

Kader Posyandu Garda Terdepan Pencegahan Perkawinan Anak di Lombok Utara: Sebuah Komitmen Menyeluruh untuk Masa Depan Generasi
Lombok Utara- GET Inside tv.com – Isu perkawinan anak masih menjadi tantangan serius di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Kabupaten Lombok Utara. Fenomena ini tidak hanya berdampak pada individu yang terlibat, tetapi juga memiliki implikasi luas terhadap kualitas sumber daya manusia, kesehatan masyarakat, dan stabilitas sosial-ekonomi. Menyadari urgensi tersebut, Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kabupaten Lombok Utara, melalui ketuanya, RR. Pungky Handini, menegaskan peran krusial kader Posyandu sebagai ujung tombak dalam upaya pencegahan perkawinan anak dan edukasi kesehatan reproduksi remaja. Penegasan ini disampaikan dalam sebuah kegiatan strategis bertajuk ‘Penguatan Kapasitas Kader Posyandu’ yang diselenggarakan di Hotel Anema, Kamis (24/7).
Kegiatan ini menandai langkah proaktif pemerintah daerah dan organisasi masyarakat sipil dalam mengatasi akar masalah perkawinan anak. Pungky Handini, dalam sambutannya yang penuh semangat, tidak hanya mengapresiasi inisiatif dari Lakpesdam NU NTB dan PC Fatayat NU Lombok Utara sebagai fasilitator, tetapi juga secara tegas menggarisbawahi kompleksitas isu perkawinan anak. Menurutnya, perkawinan anak bukan sekadar persoalan usia, melainkan sebuah isu multidimensional yang menyangkut masa depan generasi, kualitas pendidikan, kesehatan, serta stabilitas sosial dan ekonomi keluarga secara keseluruhan.

Dampak Multidimensional Perkawinan Anak: Ancaman Terhadap Generasi dan Kesejahteraan
Pungky Handini dengan lugas memaparkan berbagai risiko dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh praktik perkawinan anak. Ia menyoroti bahwa dampak ini tidak hanya bersifat individual, tetapi juga merambat ke ranah sosial dan ekonomi yang lebih luas. Salah satu poin krusial yang ditekankan adalah peningkatan risiko kematian ibu dan bayi. Data menunjukkan bahwa ibu yang melahirkan di usia sangat muda memiliki risiko komplikasi kehamilan dan persalinan yang jauh lebih tinggi, yang pada gilirannya berkontribusi pada tingginya angka kematian ibu dan bayi di daerah-daerah dengan prevalensi perkawinan anak yang tinggi.
Selain itu, perkawinan anak juga menjadi pemicu utama angka putus sekolah. Anak-anak yang menikah di usia dini, terutama perempuan, seringkali terpaksa meninggalkan bangku pendidikan untuk mengurus rumah tangga atau menghadapi kehamilan. Hal ini secara langsung memutus rantai pendidikan mereka, membatasi peluang untuk mengembangkan potensi diri, dan pada akhirnya mempersempit akses mereka terhadap pekerjaan yang layak di masa depan. Konsekuensi jangka panjangnya adalah terhambatnya peningkatan kualitas sumber daya manusia di daerah tersebut, yang berdampak pada kemiskinan struktural dan siklus kemiskinan antargenerasi.
Tidak hanya itu, Pungky juga menyoroti bahwa perkawinan anak membuka peluang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Anak-anak yang menikah di bawah umur seringkali belum memiliki kematangan emosional dan psikologis yang cukup untuk menghadapi kompleksitas kehidupan berumah tangga. Mereka rentan menjadi korban kekerasan fisik, psikologis, maupun seksual, serta eksploitasi. Situasi ini diperparuk dengan kurangnya akses terhadap informasi dan dukungan yang memadai, membuat mereka terjebak dalam lingkaran kekerasan yang sulit diputus.
Posyandu Inklusif dan Ramah Remaja: Agen Perubahan di Garis Depan
Dalam upaya mitigasi dampak-dampak tersebut, Pungky Handini menekankan pentingnya membangun layanan Posyandu yang tidak hanya berfungsi sebagai pusat kesehatan dasar, tetapi juga sebagai platform yang inklusif dan ramah remaja. Konsep Posyandu ramah remaja ini menjadi kunci untuk mendekatkan layanan kesehatan reproduksi dan edukasi pencegahan perkawinan anak kepada kelompok usia muda yang paling rentan. Kader Posyandu, dalam konteks ini, diharapkan tidak hanya berperan sebagai penyampai informasi semata, melainkan sebagai agen perubahan yang mampu mendorong kesadaran masyarakat secara kolektif.
Peran agen perubahan ini mencakup kemampuan untuk mengedukasi, memotivasi, dan memfasilitasi diskusi di tingkat komunitas mengenai pentingnya menunda pernikahan hingga usia yang matang. Kematangan yang dimaksud tidak hanya mencakup kesiapan fisik, tetapi juga mental dan sosial. Pungky menegaskan bahwa pemahaman akan konsekuensi jangka panjang dari perkawinan anak harus ditanamkan sejak dini, baik kepada remaja itu sendiri, orang tua, maupun tokoh masyarakat. Dengan demikian, keputusan untuk menikah dapat didasarkan pada pertimbangan yang matang dan bertanggung jawab, bukan karena tekanan sosial atau ekonomi.
Kader Posyandu, yang merupakan bagian integral dari komunitas, memiliki posisi unik untuk menjangkau keluarga dan individu secara langsung. Kedekatan ini memungkinkan mereka untuk membangun kepercayaan, menyampaikan pesan-pesan kunci dengan cara yang relevan, dan memberikan dukungan yang personal. Oleh karena itu, penguatan kapasitas kader menjadi investasi penting dalam upaya pencegahan perkawinan anak yang berkelanjutan.
Momentum Penguatan Kapasitas dan Strategi Replikasi
Kegiatan Penguatan Kapasitas Kader Posyandu yang diselenggarakan di Hotel Anema ini menjadi momentum krusial. Bukan hanya sekadar forum diskusi, tetapi juga wadah untuk menyusun strategi layanan yang inovatif dan dapat direplikasi di desa-desa lain di seluruh Lombok Utara. Para kader yang hadir didorong untuk tidak pasif, melainkan aktif berdiskusi, berbagi pengalaman, dan secara kolektif merumuskan rencana kerja nyata yang bisa langsung diimplementasikan di desa masing-masing. Pendekatan partisipatif ini memastikan bahwa solusi yang dihasilkan relevan dengan konteks lokal dan memiliki keberlanjutan.
Sebanyak 60 peserta turut serta dalam kegiatan ini, yang terdiri dari perwakilan kader Posyandu, bidan desa, dan remaja dari empat desa dampingan program INKLUSI: Desa Pemenang Barat, Sigar Penjalin, Tegal Maja, dan Santong. Kehadiran berbagai pemangku kepentingan ini mencerminkan komitmen bersama untuk mengatasi isu perkawinan anak dari berbagai lini. Keterlibatan remaja secara langsung dalam diskusi juga menjadi indikator positif, menunjukkan bahwa suara mereka didengar dan perspektif mereka dipertimbangkan dalam perumusan strategi pencegahan.
Ketua GOW Kabupaten Lombok Utara, RR. Pungky Handini, yang juga merupakan istri Wakil Bupati Kabupaten Lombok Utara, secara resmi membuka kegiatan ini. Kehadiran dan dukungan langsung dari pejabat daerah menunjukkan komitmen pemerintah daerah terhadap isu ini. Dalam penutup sambutannya, Pungky menyuarakan keyakinan dan harapannya yang besar. Ia menekankan bahwa dengan kolaborasi dan sinergi aktif antara kader Posyandu, tenaga kesehatan, pemerintah desa, dan seluruh elemen masyarakat, visi untuk mewujudkan generasi muda Lombok Utara yang sehat, cerdas, dan terlindungi hak-haknya dapat tercapai. Ini adalah panggilan untuk aksi kolektif, di mana setiap pihak memiliki peran penting dalam membangun masa depan yang lebih baik bagi anak-anak dan remaja di Lombok Utara.
Kolaborasi Menuju Generasi Emas Lombok Utara
Kegiatan penguatan kapasitas kader Posyandu ini bukan hanya sekadar pelatihan, melainkan sebuah deklarasi komitmen kolektif untuk melindungi masa depan anak-anak Lombok Utara. Dengan peran aktif kader Posyandu sebagai garda terdepan, didukung oleh sinergi lintas sektor, diharapkan angka perkawinan anak dapat ditekan secara signifikan. Ini adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan generasi muda yang berdaya, mampu berkontribusi pada pembangunan daerah, dan mewujudkan cita-cita Lombok Utara yang lebih maju dan sejahtera.(get-aris)
Share this content:
Post Comment