

Aksi Rutin DLH Lombok Utara, Pembersihan Sampah Liar dan Dilema Bulu Ayam Ancam Kesehatan Warga Tanjung
Lombok Utara (Getinsidetv.com) – Kabupaten Lombok Utara (KLU) kembali dihadapkan pada krisis lingkungan yang memprihatinkan, dengan penemuan gunungan sampah liar di jantung kota, tepatnya di belakang Pasar Tanjung. Volume limbah yang ditemukan sangat mencengangkan dan didominasi oleh sampah organik yang mengganggu, menciptakan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat setempat. Limbah ini didominasi oleh bulu ayam, yang menguatkan dugaan bahwa sumber utama masalah berasal dari aktivitas ilegal pengusaha pemotongan ayam potong. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) KLU terpaksa harus melakukan aksi bersih-bersih rutin, namun masalah ini terus berulang tanpa solusi struktural yang permanen. Situasi ini menunjukkan pertempuran tak berkesudahan antara upaya Pemda dan sikap abai sebagian masyarakat.
Menyikapi kondisi yang terus memburuk, DLH KLU kembali menggelar aksi rutin pembersihan sampah liar tersebut pada Jumat (3/10/2025). Puluhan personel lapangan DLH diterjunkan untuk menanggulangi tumpukan sampah yang telah melampaui batas kewajaran di area belakang pasar. Koordinator Lapangan Asfim Mahakuswan mengungkapkan bahwa volume sampah yang berhasil diangkut kali ini terbilang sangat masif. Timnya mencatat telah mengangkut sekitar 4 hingga 5 ton sampah yang berserakan, sebuah angka yang mengkhawatirkan. Volume sebesar ini empat kali lipat lebih banyak dibandingkan hasil pembersihan yang dilakukan DLH pada periode sebelumnya, menunjukkan peningkatan drastis dalam pembuangan ilegal.

Asfim Mahakuswan menjelaskan, pola memprihatinkan yang terjadi di lokasi ini, menggambarkan adanya siklus pengulangan masalah yang teratur. “Setiap tiga bulan kami bersihkan, tapi menumpuk lagi,” ungkapnya, menunjukkan frustrasi yang dihadapi oleh tim kebersihan. Sampah bulu ayam secara khusus menjadi atensi utama DLH karena jumlahnya yang sangat banyak dan sifat limbahnya yang cepat membusuk. Limbah organik ini tidak hanya menimbulkan bau menyengat yang mencemari udara, tetapi juga mengundang berbagai jenis hama pembawa penyakit. Keberadaan gunungan bulu ayam ini secara langsung merusak kualitas lingkungan dan citra kebersihan Pasar Tanjung.
Meskipun DLH secara rutin melakukan aksi pembersihan, Koordinator Lapangan Asfim Mahakuswan mengakui bahwa pekerjaan mereka belum benar-benar selesai. Ia mencatat bahwa setelah pembersihan rutin, volume sampah memang sempat berkurang, namun hal itu tidak bertahan lama. Masalah utamanya terletak pada perilaku pembuangan sampah yang belum teratasi, membuat penumpukan cepat kembali terjadi. Aksi bersih-bersih ini terasa seperti upaya sementara tanpa intervensi yang menyelesaikan akar penyebab masalah. DLH kini harus fokus pada penanganan masalah struktural dan edukasi agar upaya mereka tidak sia-sia.

DLH KLU sebenarnya telah mengambil langkah preventif dengan menyediakan kontainer sampah di lokasi strategis di sekitar Pasar Tanjung. Fasilitas ini seharusnya mempermudah masyarakat untuk membuang sampah secara benar dan terpusat, sesuai aturan yang berlaku. Mirisnya, banyak masyarakat dan pelaku usaha yang justru enggan memanfaatkan kontainer tersebut dan memilih membuang sampah sembarangan. Perilaku ini dilakukan secara diam-diam, biasanya pada malam hari, menjebak area belakang pasar menjadi pemandangan yang kumuh. Sikap abai ini adalah penghalang terbesar bagi upaya Pemda dalam mewujudkan lingkungan yang bersih dan tertib.
Selain penyediaan kontainer, DLH juga telah memasang plang peringatan dan larangan membuang sampah di area tersebut, berharap memberikan efek pencegahan. Namun, upaya persuasif yang mengandalkan plang ini terbukti tidak membuahkan hasil yang signifikan di lapangan. Asfim Mahauswan dengan nada kecewa mengeluhkan bahwa masyarakat tetap membandel dan terus membuang sampah sembarangan. Peringatan tertulis yang mengandung unsur hukum kini seolah-olah kehilangan daya paksa dan diabaikan oleh para pelanggar. Kondisi ini menuntut DLH dan aparat penegak hukum daerah untuk segera mengambil tindakan represif yang lebih keras.

Selain sampah bulu ayam, tumpukan sampah liar juga terdiri dari limbah rumah tangga, mengindikasikan partisipasi berbagai pihak dalam pembuangan ilegal. Namun, keberadaan volume bulu ayam yang masif telah memunculkan indikasi kuat keterlibatan pengusaha pemotongan ayam potong. Limbah industri ini seharusnya memiliki prosedur pengelolaan khusus dan tidak boleh dibuang ke tempat pembuangan sampah umum apalagi liar. DLH berencana melakukan pendekatan khusus dan investigasi mendalam terhadap para pelaku usaha tersebut. Asfim menegaskan bahwa DLH akan menindaklanjuti kasus ini karena limbah ini jelas-jelas merusak lingkungan dan mengancam kesehatan publik.
Kinerja DLH dalam mengatasi masalah sampah ini terhambat oleh masalah struktural yang sangat pelik, yakni kekurangan armada pengangkut sampah. Saat ini, DLH Lombok Utara hanya memiliki satu armada truk sampah yang tersedia untuk melayani area Pasar Tanjung dan sekitarnya. Keterbatasan logistik ini membuat pengangkutan sampah tidak bisa dilakukan secara maksimal, gagal mengimbangi volume sampah yang dihasilkan. Bahkan, pengangkutan rutin setiap hari pun tidak mampu mengatasi volume sampah liar yang terus menumpuk di berbagai titik. Kekurangan armada adalah masalah kebijakan yang harus segera diatasi dengan investasi fiskal yang memadai.

Melihat betapa krusialnya masalah logistik ini, DLH sangat berharap adanya penambahan armada dan kontainer dari pemerintah daerah. Asfim Mahauswan secara terbuka menyatakan bahwa fasilitas tambahan ini akan meningkatkan kemampuan DLH menjangkau lebih banyak titik pembuangan. Dengan armada yang memadai, proses pengangkutan sampah dapat dilakukan lebih cepat, efektif, dan mencegah penumpukan yang menggunung. “Kami butuh dukungan dari pemerintah daerah untuk menambah armada,” harap Asfim, menegaskan bahwa ini adalah kebutuhan mendesak. Dukungan infrastruktur ini adalah kunci untuk memotong siklus tumpukan sampah liar yang meresahkan.
Jika masalah sampah liar di belakang Pasar Tanjung ini terus berlarut-larut tanpa penanganan tuntas, gunungan limbah ini akan terus menjadi ancaman nyata bagi kebersihan dan kesehatan di seluruh Kabupaten Lombok Utara. Limbah yang membusuk adalah sumber penyebaran penyakit yang akan merugikan masyarakat secara luas. Selain itu, kawasan Pasar Tanjung sebagai pusat ekonomi tidak akan mampu menciptakan lingkungan yang nyaman dan higienis. DLH KLU membutuhkan dukungan dari seluruh stakeholder untuk memastikan bahwa wilayah ini bebas dari ancaman sampah di masa depan.

Penyelesaian masalah sampah ini tidak mungkin hanya dibebankan kepada DLH dengan keterbatasan armadanya. Solusi berkelanjutan memerlukan peningkatan kesadaran masyarakat yang signifikan dan perubahan perilaku kolektif. Kampanye edukasi harus dilakukan secara intensif untuk menanamkan pemahaman bahwa membuang sampah di lokasi terlarang adalah bentuk pelanggaran serius. Masyarakat harus menyadari bahwa kebersihan lingkungan adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya tugas pemerintah semata. Tanpa kesadaran ini, penambahan armada hanya akan memindahkan masalah tanpa menyelesaikannya.
Mengingat plang peringatan diabaikan, Pemda KLU melalui DLH dan Satpol PP harus segera mempertimbangkan penegakan hukum yang tegas. Peraturan Daerah (Perda) tentang kebersihan dan ketertiban umum harus diimplementasikan dengan sanksi yang memberikan efek jera, terutama bagi pengusaha nakal. Penindakan ini perlu dilakukan secara periodik dan terencana untuk menekan angka pembuangan sampah ilegal. Tanpa tindakan hukum yang jelas, para pelanggar akan terus membandel dan menganggap remeh peraturan yang ada.
Masalah spesifik limbah bulu ayam menuntut DLH KLU untuk berfokus pada integrasi solusi pengelolaan limbah organik dari sektor pemotongan ayam. Pemerintah daerah perlu memfasilitasi atau mewajibkan pengusaha untuk mengolah limbahnya menjadi produk bernilai ekonomi, misalnya melalui komposting atau pakan ternak. Solusi ini akan memotong akar masalah pembuangan limbah bulu ayam ke area publik secara permanen. DLH harus berkoordinasi dengan Dinas terkait dan asosiasi pengusaha untuk merumuskan kebijakan pengelolaan limbah industri yang berkelanjutan.(r15)
Share this content:
Post Comment