

Stop Perkawinan Anak, KLU Kick Off Project Gemercik
LOMBOK UTARA – Angka perkawinan anak di Lombok Utara (KLU) masih menyisakan catatan merah yang mengkhawatirkan. Merespons kondisi tersebut, Pemda KLU bersama Yayasan Plan International Indonesia secara resmi melakukan Kick Off Proyek Gerakan Meraih Cita Tanpa Kawin Anak (GEMERCIK) pada Selasa (25/9) di Aula Bupati. Gerakan kolaboratif ini hadir untuk menjawab data miris yang menunjukkan bahwa dari total 543 permohonan dispensasi perkawinan anak, 95 persennya dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi Agama.
Staf Ahli Bupati Bidang Hukum dan Pemerintahan, Anding Duwi Cahyadi, yang mewakili Bupati KLU, menegaskan bahwa perkawinan anak bukan sekadar pernikahan dini, melainkan sebuah aksi dengan konsekuensi multidimensi yang sangat merugikan masa depan anak dan masyarakat. “Oleh karena itu, penanggulangan perkawinan anak adalah sebuah keharusan moral dan tanggung jawab bersama,” ujar Anding, menuntut komitmen kolektif.
Dalam laporannya, Hartini Ningsih Rukmayati memaparkan bahwa data persetujuan Pengadilan Agama membuktikan masalah perkawinan anak belum selesai, melainkan masih menjadi isu krusial di KLU. Oleh sebab itu, Proyek GEMERCIK digagas dengan tujuan utama menginformasikan target penekanan angka yang belum tercapai, menguatkan komitmen Pemda, dan mengidentifikasi kontribusi strategis lintas sektor dalam pencegahan.
Hartini menjelaskan, GEMERCIK diinisiasi oleh PLAN International Indonesia dan Pemda KLU menggunakan pendekatan yang berbeda, yaitu pendekatan sistem peradilan dan kolaborasi lintas sektor yang jauh lebih terintegrasi. Pendekatan ini diharapkan dapat menjadi kunci untuk menekan angka dispensasi yang disetujui, sekaligus mengubah pandangan masyarakat dan penegak hukum.
Proyek GEMERCIK merupakan ikhtiar kolaboratif yang menyatukan berbagai kekuatan. Selain Pemda dan Plan Indonesia, proyek ini melibatkan Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Sahabat Pengadilan, serta seluruh stakeholder dari tingkat desa, kecamatan, hingga kebijakan nasional, sebagai bukti bahwa penanganan isu ini tidak bisa dilakukan secara parsial atau sektoral.
Direktur Eksekutif Yayasan PLAN International Indonesia, Dini Widiastuti, menyampaikan bahwa perkawinan anak masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Ia mengungkapkan, PLAN Indonesia telah bekerja di Lombok selama beberapa tahun dan melalui program-program terdahulu, kesadaran masyarakat telah menunjukkan peningkatan.
Dini Widiastuti menekankan bahwa instrumen kebijakan dan peraturan pemerintah saja tidak akan cukup untuk mengentaskan masalah ini. Ia menyoroti pentingnya pelibatan mendalam dari berbagai pihak, termasuk tokoh agama, tokoh adat, dan peran aktif anak-anak muda untuk meningkatkan kepedulian di lingkungan mereka. Kolaborasi harus melibatkan Dinas Sosial PP dan PA, pengadilan agama, hingga lembaga adat.
Sebagai langkah awal, Hartini menjelaskan bahwa GEMERCIK telah menetapkan empat desa di Kecamatan Tanjung dan Gangga sebagai desa pilot project. Desa-desa tersebut adalah Jenggala, Teniga, Rempek, dan Sambik Bangkol. Diharapkan, Pemda bersama seluruh stakeholder terkait dapat memberikan dukungan penuh terhadap penanggulangan perkawinan anak di lokasi percontohan ini.
Anding Duwi Cahyadi menyampaikan harapan agar semangat dan langkah nyata yang telah dimulai melalui Program GEMERCIK dapat terus menyala di setiap tindakan Pemda dan masyarakat. Kehadiran program ini adalah bukti nyata komitmen perlindungan dan pemenuhan hak anak.
Staf Ahli Bupati itu menutup sambutannya dengan harapan besar. “Semoga sinergi antara pemerintah, tokoh agama dan adat, pendidik, remaja, hingga keluarga, betul-betul menjadi fondasi kuat dalam menjaga masa depan anak-anak Lombok Utara,” tutupnya, menegaskan bahwa masa depan KLU berada di tangan generasi muda yang terlindungi hak-haknya.(r15)
Share this content:
Post Comment