Loading Now

DLH KLU Gencarkan Inventarisasi Lingkungan, Dokumen Induk RPPLH 2025-2055 Jadi Kompas Pembangunan

DLH KLU Gencarkan Inventarisasi Lingkungan, Dokumen Induk RPPLH 2025-2055 Jadi Kompas Pembangunan

Lombok Utara, Getinsidetv.com – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lombok Utara (KLU) secara masif memulai inventarisasi kondisi lingkungan hidup daerah sebagai tahap krusial dalam menyusun Dokumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) periode 2025–2055. Proses ini diselaraskan dengan penyelenggaraan Konsultasi Publik (Konsultasi publik investasi data, penggalian informasi dan penjaringan isu) yang dilangsungkan di Lesehan Sasak Narmada Tanjung pada Senin, 17 November 2025.

Kepala DLH KLU, H. Husnul Ahadi, SKM, menjelaskan bahwa Konsultasi Publik Penyusunan RPPLH ini merupakan bagian krusial dalam upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Sebagaimana yang diamanatkan, RPPLH adalah dokumen perencanaan yang memuat potensi, masalah, serta arahan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup daerah.

20250930_100653-1024x576 %post

RPPLH memiliki peran vital sebagai fondasi bagi perencanaan pembangunan jangka panjang dan menengah daerah, menjadikannya dokumen induk di bidang lingkungan. Dokumen ini menjadi dasar dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), sehingga penyusunannya dituntut komprehensif dan berbasis data ilmiah. Melalui RPPLH, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) berupaya memastikan bahwa setiap rencana pembangunan tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memperhatikan keseimbangan ekologis dan keberlanjutan lingkungan. Husnul menegaskan, RPPLH bukan sekadar dokumen administratif, melainkan panduan strategis untuk mengarahkan pembangunan agar tetap menjaga kualitas lingkungan hidup serta mencegah terjadinya degradasi sumber daya alam.

Proses penyusunan RPPLH tidak dapat dilakukan oleh pemerintah daerah saja. Dibutuhkan sinergi dan kolaborasi multipihak, meliputi akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), tokoh adat, dan masyarakat umum. Oleh karena itu, kegiatan konsultasi publik hari ini menjadi momentum yang sangat penting untuk menyerap aspirasi, masukan, dan saran dari seluruh pemangku kepentingan.

“Kami berharap, melalui forum ini akan muncul berbagai gagasan dan rekomendasi yang konstruktif, baik terkait isu-isu strategis lingkungan hidup, arah kebijakan pengelolaan sumber daya alam, maupun langkah-langkah adaptasi terhadap perubahan iklim dan bencana lingkungan yang kian meningkat,” ujar Husnul. Isu-isu seperti kerusakan hutan, pencemaran air dan udara, pengelolaan sampah, perubahan tata guna lahan, serta ancaman terhadap keanekaragaman hayati perlu menjadi perhatian serius dalam dokumen RPPLH. Husnul menambahkan, aspek sosial dan ekonomi masyarakat juga harus diperhitungkan, agar kebijakan perlindungan lingkungan tidak justru menghambat kesejahteraan, tetapi menjadi pondasi pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.

20251117_095946-1024x576 %post

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), melalui berbagai regulasi termasuk Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) serta Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2025 tentang Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, telah memberikan pedoman yang jelas mengenai tahapan penyusunan dokumen ini. Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk menyusun RPPLH dengan memperhatikan kondisi eksisting lingkungan hidup di wilayahnya, mulai dari inventarisasi sumber daya alam, identifikasi permasalahan lingkungan, analisis daya dukung dan daya tampung, hingga penetapan arah kebijakan pengelolaan lingkungan hidup daerah.

DLH KLU berkomitmen untuk melaksanakan proses ini secara terbuka, partisipatif, dan berbasis data ilmiah. Husnul juga berupaya agar hasil penyusunan RPPLH nantinya dapat diintegrasikan dalam perencanaan pembangunan daerah, sehingga setiap kebijakan pembangunan benar-benar memperhatikan keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat.

“Saya ingin menegaskan bahwa lingkungan hidup adalah warisan bersama. Kita memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk menjaga keberlanjutannya, tidak hanya untuk generasi kita saat ini, tetapi juga untuk anak cucu kita di masa depan,” tegasnya. Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak memanfaatkan kesempatan berdiskusi secara terbuka dan konstruktif. Setiap masukan, sekecil apa pun, sangat berarti bagi penyempurnaan dokumen RPPLH daerah ini.

Husnul berharap kegiatan ini menghasilkan kesepahaman bersama dan komitmen nyata dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. “Semoga upaya kita hari ini menjadi langkah kecil yang berdampak besar bagi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di masa mendatang,” tutupnya. Ia juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung terselenggaranya kegiatan ini, khususnya tim penyusun RPPLH, para narasumber, Tim Pokja, serta seluruh peserta yang telah hadir dan berpartisipasi aktif. Semoga kegiatan Konsultasi Publik ini berjalan lancar, produktif, dan memberikan hasil yang bermanfaat bagi pembangunan daerah yang lebih hijau, bersih, dan berkelanjutan.

Dalam kegiatan ini, turut hadir Kepala Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Bali dan Nusa Tenggara Barat, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi NTB, Kepala Pertanahan KLU, Dinas Pariwisata KLU, Dinas Kesehatan KLU, Ketua AMAN Perdaya, Ketua Dewan Mejelis Adat Sasak, serta para Camat Pemenang, Bayan, Tanjung, Gangga, dan Kayangan.

Camat Bayan, Arifin, dalam sesi diskusi menyoroti perkembangan pembangunan tambak udang yang semakin meluas di wilayahnya. Ia menilai potensi kerusakan lingkungan di masa depan sangat besar, terutama karena adanya sembilan titik tambak udang di pesisir Kecamatan Bayan, terhitung dari pesisir berbatasan dengan Kecamatan Kayangan hingga Kabupaten Lombok Timur.

20251117_110143-1024x576 %post

“Saat panen, betapa pencemaran yang diakibatkan oleh tambak udang. Terus terang saja, kami sering terabaikan dan kami sering mengeluhkan akan dampak lingkungan yang diakibatkan oleh tambak udang ini,” keluhnya. Arifin mempertanyakan, jika tambak udang terus diberikan izin, seperti apa rumusan dalam RPPLH, mengingat jelas sudah terjadi pencemaran lingkungan. Ia menambahkan, kebijakan ini melibatkan Pemerintah Daerah (Pemda) yang lebih tinggi, dan pemilik usaha tambak adalah “orang-orang besar di Lombok Utara”, meskipun dampak lingkungannya negatif.

Menanggapi isu ini, Narasumber utama, Taradina Wisudayani M., S.T., M.T., Sub Koordinator Penataan Lingkungan DLHK NTB dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Nusa Tenggara Barat, menegaskan aspek kewajiban hukum penyusunan RPPLH.

Ia menjelaskan, penyusunan RPPLH Kabupaten/Kota bukanlah pilihan, melainkan kewajiban konstitusional yang mengikat setiap pemerintah daerah di Indonesia. Landasan hukum utama yang menjadi payung kegiatan ini adalah Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Secara spesifik, UU PPLH mengamanatkan kewajiban penetapan dan pelaksanaan kebijakan mengenai RPPLH Kabupaten/Kota dalam Pasal 63 Ayat (3), sebuah pasal yang harus ditaati. Kewajiban ini semakin diperkuat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2025 tentang Perencanaan Perlindungan Lingkungan Hidup. PP 26/2025 ini secara detail menjabarkan tahapan dan muatan substansi yang harus termuat dalam dokumen RPPLH, memberikan panduan teknis yang jelas. Kepatuhan KLU dalam menyusun RPPLH adalah cerminan dari tata kelola pemerintahan yang taat hukum dan berorientasi pada keberlanjutan.

20251117_100622-1-1024x576 %post

Secara fundamental, maksud utama penyusunan RPPLH adalah untuk menjadi pedoman dasar yang kokoh dalam perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian lingkungan hidup secara berkelanjutan di Lombok Utara. Dokumen ini bertujuan utama untuk memberikan arah yang definitif bagi integrasi aspek lingkungan hidup ke dalam seluruh dokumen perencanaan pembangunan daerah. Integrasi ini wajib meliputi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), serta berbagai rencana sektoral lainnya. Dengan terintegrasinya RPPLH, setiap kebijakan dan program di KLU harus dijamin telah melalui filter keberlanjutan yang ketat. Ini adalah upaya nyata untuk memastikan bahwa akselerasi pembangunan ekonomi selalu berjalan harmonis tanpa merusak ekosistem alam yang menjadi aset utama daerah. RPPLH berfungsi sebagai kompas moral dan teknis bagi seluruh sektor di KLU.

Secara teknis, tujuan tertinggi dari RPPLH adalah menjamin bahwa seluruh pembangunan di Lombok Utara senantiasa memperhatikan secara ketat Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (D3TLH). Konsep D3TLH menjadi batasan ekologis yang tidak boleh dilampaui, mencegah eksploitasi berlebihan yang berujung pada kerusakan permanen. Dokumen ini dirancang untuk menetapkan arah strategi perlindungan serta pengelolaan lingkungan hidup yang efektif di seluruh wilayah KLU. Selain itu, RPPLH bertujuan mengidentifikasi dan mengantisipasi potensi kerusakan serta pencemaran lingkungan yang mungkin terjadi di masa depan, jauh sebelum bencana itu tiba. Melalui pemetaan ini, Pemkab dapat merumuskan kebijakan pencegahan (preventif) yang jauh lebih efektif daripada tindakan korektif. Tujuannya adalah mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam agar memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat, namun tanpa mengorbankan kelestarian ekosistem.

20251117_1207031-1024x461 %post

RPPLH KLU 2025-2055 akan mencakup luasan daratan kurang lebih 81.119 Hektare yang terbagi dalam lima wilayah administratif utama: Tanjung, Bayan, Gangga, Pemenang, dan Kayangan. Batas perencanaan wilayahnya meliputi utara yang berbatasan dengan Laut Jawa dan barat yang berhadapan dengan Selat Lombok, menuntut perhatian pada ekosistem laut dan pesisir. Batas selatan melibatkan koordinasi dengan Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah, sedangkan batas timur bersinggungan dengan Kabupaten Lombok Timur. Lombok Utara kini telah memancang tonggak sejarah baru dalam perencanaan lingkungan hidup yang ambisius, menjamin bahwa pembangunan dilakukan dengan penuh perhitungan ekologis. Inisiatif ini adalah penanda bahwa KLU siap mengamankan warisan sumber daya alamnya hingga tiga puluh tahun ke depan, memastikan keberlanjutan bagi anak cucu. (r15)

Share this content:

Post Comment

You cannot copy content of this page