KLU Canangkan Tiga Gili Matra Zero Waste dan Jadi Model Pengelolaan Sampah Nasional
Keterlibatan Pusat Hadirkan Insinerator dan Data Akurat; Dewan Ingatkan Pengelolaan Sampah Bukan Sekadar Proyek Pencitraan
Lombok Utara (Getinsidetv.Com) Komitmen Pemerintah Kabupaten Lombok Utara (KLU) untuk membebaskan kawasan Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air (Gili Matra) dari belenggu sampah mencapai babak baru yang sangat strategis. Melangkah serius menuju target nasional Laut Sehat Bebas Sampah 2029, Pemkab KLU menggandeng Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI dalam sebuah Rapat Koordinasi (Rakor) krusial pada Kamis (23/10). Pertemuan penting ini secara tuntas membahas intervensi teknologi dan kebijakan yang akan menyulap Gili Matra menjadi kawasan pariwisata berstatus “zero waste”. Status istimewa Gili Matra sebagai destinasi konservasi sekaligus unggulan pariwisata menjadikannya sorotan utama, sekaligus lokasi percontohan model penanganan sampah pulau kecil secara nasional. Sinergi pusat dan daerah ini digadang menjadi kunci fundamental untuk mengatasi persoalan lingkungan yang selama ini menjadi momok dan keluhan utama para wisatawan. KKP tidak datang dengan tangan kosong, melainkan membawa janji dukungan konkret berupa teknologi insinerator canggih yang telah teruji kelayakannya. Bupati Lombok Utara bahkan membuka langsung forum rakor yang menunjukkan betapa tingginya prioritas isu ini dalam agenda pembangunan daerah. Kolaborasi ini jelas menjadi penanda dimulainya era baru pengelolaan lingkungan yang lebih modern dan komprehensif di jantung pariwisata NTB.

Isu penumpukan sampah di tiga gili, yang telah berlangsung lama dan kerap ekstrem, diakui Bupati Lombok Utara, Dr. H. Najmul Akhyar, SH., MH, sebagai “hal yang harus disikapi secara serius dan komprehensif oleh pemerintah.” Bupati Najmul secara tegas menyebut Gili Matra sebagai aset terbesar yang dimiliki KLU, sebuah berlian pariwisata yang sayangnya masih terancam oleh krisis kebersihan lingkungan. Permasalahan ini dipicu oleh berbagai faktor, utamanya adalah ketiadaan sarana dan prasarana pengelolaan yang memadai untuk kawasan kepulauan yang secara geografis terisolir. Dengan latar belakang inilah, kehadiran dan keterlibatan KKP diharapkan mampu membawa angin segar solusi yang tidak hanya tambal sulam, namun bersifat transformatif dan berkelanjutan. Target yang dipatok sangat ambisius, yakni menjadikan Tiga Gili sebagai kawasan percontohan pengelolaan sampah pulau kecil berskala nasional pada tahun 2029. Dengan demikian, penanganan yang akan dilakukan mencakup dua dimensi: menyelesaikan tuntas timbunan sampah lama, dan menciptakan mekanisme yang efektif untuk mengelola sampah harian yang terus diproduksi.
Rakor strategis ini diselenggarakan oleh Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang Satuan Kerja (Satker) Gili Matra, sebuah langkah nyata kolaborasi dari hulu ke hilir. Kehadiran Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP, Dr. Ahmad Aris, SP., M.Si, secara langsung mendampingi Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) KLU, Husnul Ahadi, menunjukkan keseriusan pihak pusat. Dalam paparannya, Direktur Ahmad Aris memperjelas bahwa Tiga Gili bukan hanya destinasi wisata, melainkan hingga kini masih berstatus sebagai daerah konservasi perairan yang langsung berada di bawah pengelolaan KKP. Status konservasi inilah yang membuat sinergi antara KKP, Pemda, dan seluruh stakeholders menjadi mutlak dan tidak terhindarkan demi menjaga ekosistem laut yang bersih. Oleh karena itu, program KKP secara spesifik berfokus pada lima sumber utama penghasil sampah laut, mulai dari muara sungai, kawasan pesisir, pelabuhan, aktivitas laut, hingga yang paling kritis: pulau-pulau kecil, termasuk Gili Matra. Aris menekankan, Gili Matra ditunjuk secara khusus karena status konservasi dan destinasi wisatanya menjadikannya laboratorium ideal untuk model intervensi penanganan sampah yang rigid.

Menjawab harapan besar dari Pemda KLU, KKP menjamin bahwa kolaborasi ini akan menghadirkan solusi teknologi yang tepat sasaran dan berbasis data. Tahapan pertama penanganan sampah di Gili Matra akan dimulai dengan fundamental yang sering terlewat: pemetaan data yang akurat. “Sehingga intervensi dapat dilakukan dengan tepat sasaran,” tutur Aris, menggarisbawahi bahwa penanganan tidak boleh dilakukan berdasarkan asumsi, melainkan berdasarkan fakta lapangan dan volume sampah sesungguhnya. Sebagai bentuk bantuan konkret yang dinantikan, KKP telah berjanji akan memberikan unit alat insinerator modern yang diklaim telah lulus uji kelayakan lingkungan yang ketat. Tujuan utama penyediaan teknologi pembakar sampah modern ini adalah untuk mencegah “penumpukan sampah yang ekstrem” yang menjadi pemandangan buruk di Tiga Gili selama ini. Harapannya, insinerator ini dapat mengelola sampah yang dihasilkan harian secara cepat dan efisien, sekaligus mengurangi volume sampah lama yang telah menumpuk.
Selain teknologi insinerator dari KKP, dukungan sarana dan prasarana pengelolaan sampah juga diperkuat melalui kolaborasi dengan BKKPN Kupang Satker Gili Matra. Kepala DLH KLU, Husnul Ahadi, mengonfirmasi bahwa BKKPN Kupang telah turun langsung ke gili dan hampir memastikan bantuan sarana yang dibutuhkan. Dukungan tersebut mencakup sejumlah peralatan penting untuk operasional harian di pulau terisolir. Beberapa kebutuhan yang telah diusulkan dari hasil diskusi dengan perwakilan pelaku usaha, tokoh masyarakat, dan pemerintah desa setempat meliputi kendaraan roda tiga untuk pengangkutan sampah dalam skala pulau. Selain itu, diusulkan pula mesin pencacah ranting untuk mengolah sampah organik padat, serta mixer khusus yang digunakan untuk mengaduk lumpur sampah organik hasil olahan komposting. Seluruh kelengkapan ini merupakan bagian integral dari upaya Pemkab KLU dan BKKPN untuk memperkuat kapasitas pengelolaan sampah secara mandiri di masing-masing gili.
Meskipun investasi sarana dan prasarana sangat penting, baik KKP maupun Pemkab KLU menyadari bahwa keberlanjutan program zero waste ini tidak akan tercapai tanpa landasan hukum dan perubahan perilaku masyarakat. KKP secara khusus menyoroti pentingnya aspek regulasi di tingkat daerah. Mereka berharap Pemerintah Daerah KLU dapat segera menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) yang akan menjadi landasan hukum kuat serta memberikan penekanan resmi mengenai sistem pengelolaan sampah terpadu yang baru di Lombok Utara. Senada dengan itu, Kepala DLH Husnul Ahadi menegaskan bahwa pengelolaan sampah tidak hanya bergantung pada ketersediaan alat, melainkan harus “diiringi dengan perubahan perilaku masyarakat dan komitmen bersama.” Ia menganalogikan, jika masyarakat belum memilah sampah, sarana secanggih apapun akan pincang. Demikian pula sebaliknya, jika kesadaran warga tinggi tetapi sarana tidak memadai, pengelolaan juga tidak akan optimal. Oleh karena itu, DLH KLU berencana menjalankan dua upaya secara beriringan: pendekatan edukasi untuk mengubah perilaku, sekaligus melengkapi fasilitas yang dibutuhkan.

Melihat keseriusan kolaborasi ini, sorotan tajam datang dari lembaga legislatif. Anggota Komisi II DPRD KLU, Artadi, mendesak Pemkab agar tidak hanya fokus di kawasan Gili Matra, namun juga seluruh wilayah Lombok Utara. Artadi memberikan warning keras tentang urgensi masalah ini: “Kalau menunggu 5-10 tahun lagi, bisa-bisa Lombok Utara tenggelam sampah.” Ia menegaskan bahwa sampah tidak lagi sekadar kotoran, tetapi telah menjelma menjadi ancaman serius yang dapat memicu bencana alam, seperti banjir, pencemaran tanah dan air, hingga menimbulkan penyakit menular yang masif. Legislatif meminta Pemkab agar sangat serius dalam menyusun strategi komprehensif, mulai dari program pengurangan sampah dari sumbernya, optimalisasi fasilitas daur ulang, hingga peningkatan edukasi publik tentang gaya hidup ramah lingkungan. Secara khusus, terkait wacana penggunaan insinerator, Artadi mengingatkan agar rencana tersebut “tidak sebatas proyek pencitraan.” Ia menuntut jaminan bahwa alat tersebut benar-benar berfungsi, dioperasikan oleh tenaga ahli yang kompeten, serta bukan sekadar proyek yang mangkrak di kemudian hari. “Bergerak bersama-sama menghadapi darurat sampah,” pungkasnya, menekankan pentingnya kolaborasi multisegi yang konsisten. (r15)
Share this content:




Post Comment