Tekan Angka Pernikahan Dini, Pemkab dan DPRD Lombok Utara Perkuat Sinergi Lewat Advokasi Perda Inklusif
Lombok Utara, Getinsidetv.com – Pemerintah Kabupaten Lombok Utara (KLU) terus mematangkan langkah untuk menekan angka pernikahan dini melalui penyusunan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pencegahan Perkawinan Anak. Langkah ini diperkuat melalui ruang dialog dan advokasi kebijakan antara Satgas PPPA bersama DPRD KLU di Aula DPRD, Selasa (23/12/2025).
​Pertemuan ini menjadi krusial mengingat tingginya tuntutan perlindungan anak yang bersifat inklusif dan sensitif terhadap kelompok rentan di wilayah tersebut.
Anggota Komisi III DPRD KLU, Zakaria Abdillah, menegaskan bahwa draf aturan ini sebenarnya telah masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda). Namun, kendala agenda yang padat membuat sosialisasi ke masyarakat baru bisa dimaksimalkan pada awal tahun mendatang.

​”Kami berani pastikan bahwa regulasi terkait penyelenggaraan perlindungan ini masuk dalam prioritas. Ini sangat mendesak (urgent). Kami akan dorong agar segera tuntas menjadi Perda karena memang ini kebutuhan daerah,” ujar Zakaria dalam forum tersebut.
​Senada dengan Zakaria, anggota Komisi III lainnya, Sabri, menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor. Menurutnya, isu perkawinan anak tidak bisa hanya diselesaikan oleh satu instansi, melainkan harus melibatkan Dinas Pariwisata, Dinas Sosial, hingga Dinas Pendidikan.
​”Pemerintah punya kewajiban setidaknya mengurangi angka ini, meski menghentikannya secara total adalah tantangan besar. Saya menyarankan sosialisasi juga harus masuk ke ranah media sosial agar lebih cepat menyasar anak muda dan orang tua,” tutur Sabri.
Di sisi lain, Kabid PPA Dinas Sosial PPA KLU, Hj. Erma, mengungkapkan bahwa pihaknya selama ini berjuang di lapangan tanpa dukungan regulasi yang kuat di tingkat kabupaten. Hal ini berdampak pada rendahnya penilaian Kabupaten Layak Anak (KLA) untuk Lombok Utara.
​”Jawaban dari DPRD hari ini adalah angin segar bagi kami. Selama ini kami ditanya oleh pihak desa mengenai payung hukum, tapi kami belum bisa memberi jawaban pasti. Dari 43 desa, baru 13 desa yang memiliki peraturan desa (Perdes) terkait ini, itu pun draf lama,” jelas Erma.
​Erma menambahkan, tanpa Perda di tingkat kabupaten, pemerintah desa sering kali ragu untuk bertindak tegas di lapangan. Padahal, Satgas PPPA bersama pihak kepolisian telah rutin melakukan patroli dan razia di titik-titik rawan, seperti kawasan pantai dan lapangan umum, guna menjaring anak sekolah yang bolos maupun aktivitas remaja di malam hari.
Kepala UPTD PPA KLU, Ari Wahyuni, menceritakan tantangan nyata di lapangan. Pihaknya sering menangani kasus remaja di bawah usia 18 tahun yang dipaksa menikah oleh keluarga dengan berbagai alasan, mulai dari faktor ekonomi hingga kekhawatiran orang tua.
​”Kami terus melakukan mediasi dan konseling. Penting bagi kita untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang lahir nanti benar-benar berpihak pada masa depan anak,” tegas Ari.
​Kegiatan advokasi ini turut dihadiri oleh berbagai elemen, mulai dari Bappeda KLU, LPA KLU, Forum Anak Lombok Utara, Genre KLU, hingga organisasi masyarakat sipil seperti Klub Baca Perempuan dan LPSDM. Keterlibatan banyak pihak ini diharapkan mampu melahirkan kebijakan yang partisipatif dan ramah anak bagi masyarakat Lombok Utara. (r15)
Share this content:




Post Comment